9/07/2008

18.44 "Inspirasi mbah wasini"

Barusan aku menonton tivi, channel yang terpilih tanpa sengaja transtivi. Entah nama acaranya apa yang pasti bukan sinetron yang hanya menjual banyak mimpi terhadap penontonya. Acara yang aku tonton mengisahkan tentang keluarga kecil, karena hanya terdiri dari mbah Wasini, suaminya dan anaknya. Miris sekali menonton acara ini, semoga bukan hanya menjual kisah hidup sebuah keluarga yang kurang beruntung, tapi benar-benar membuat hati kita terketuk untuk lebih peduli terhadap sekitar, atau setidaknya kita mensyukuri hidup yang sudah kita miliki.
Mbah Wasini yang sudah begitu lanjut usianya bekerja disebuah kebun kopi sebagai mandor, hhmm tapi sebutan mandor hanyalah sebuah penghargaan karena beliau telah bekerja selama 30 tahun, pekerjaanya tetap saja membersihkan kebun kopi yang berhektar-hektar tersebut juga memetik buah kopi saat masa panen tiba. Suami mbah Wasini hanyalah seorang kuli gambut, untuk usianya yang kian senja tentu tidak akan maksimal memboyong gambut seberat itu dari sungai, hhmmm menyedihkan memang. Dilain sisi pasangan tua ini memiliki anak yang sakit-sakitan, anak perempuan dengan usia yang sangat matang tapi tak begitu bisa diharapkan danmalah sebaliknya anak ini tentu masih membutuhkan penjagaan kedua orang tuanya jika sewaktu-waktu sakitnya kambuh. Yang lebih menggetarkan hati, jangankan untuk pergi piknik sekeluarga, dalam kehidupan mbah Wasini untuk makan dengan telur atau setidaknya makan dengan lengkap saja sulit dilakukan.
Memang ini bukan hal yang baru dalam masayarakat di negara tercinta kita ini, dan aku disini juga bukan sedang menghakimi hal yang lebih luas mencakup kewajiban pemerintahan kita ataupun tentang perbaikan ekonomi, tidak!. Aku hanya ingin melihat ini dari sisi rasa kemanusiaanku sendiri, dan dalam rangka mensetting kepekaan diriku. Sebagai seorang yang diberi nikmat lebih dari mereka harusnya syukur yang aku milikipun berlebih pula. Jika hanya melihat keatas dan selalu melihat apa yang belum sempat dimiliki, rasanya hidup takkan pernah puas, dan merubah diri sendiri menjadi manusia yang angkuh dan egois. Manusia tanpa keinginan dan pencapaian tentu saja sama dengan mati, dan hidup tanpa nafas untuk menikmati hari esok, tetapi target dan ambisi tanpa diiringi rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki juga sama halnya dengan manusia tanpa rasa, seperti menelan makanan dengan cepat dan ingin berganti menu yang lain.
Hmm aku tidak ingin menggurui siapapun, aku hanya belajar melunakkan hati dan berusaha mensyukuri atas apa yang sudah aku miliki. Sesuatu yang belum aku miliki biarlah mengalir seiring usahaku dan tentunya telah disesuaikan dengan porsiku.
Bersyukur dan menjaga yang telah kita miliki....terimaksih Tuhan, segalanya begitu pas dengan takaran, waktu dan tempatnya. :)

Tidak ada komentar: