2/21/2010

Menjadi RINGAN


Pernahkah terpikir bahwa kita adalah layang-layang yang dilepaskan tanpa beban apapun...terbang jauh tinggi keangkasa tanpa batas, bebas dan ringan. Sukses dan tidaknya layang-layang yang terbang ditentukan oleh tim yang hebat antara tangan-tangan yang handal juga angin yang bersahabat. Meskipun setelah terbang bukan berarti layangan bebas hambatan, tentu saja angin bisa berhembus tidak sesuai kehendaknya.


Stirnus, Desember


“Duuh hujan lagi hujan lagi” keluh seorang gadis yang sedang berlari melipir ketepian menghindari hujan disore hari itu. Kota kecil nan padat itu sudah mulai kehilangan aktivitas penduduknya, hujan disore hari yang datang tiba-tiba tanpa check sound membuyarkan kesibukan pasar disudut kota itu, semua orang merapat ketepian termasuk Syanish, gadis kecil mungil yang tengah pulang dari les menari. Dengan kawat yang memenuhi giginya Syanis mahir menarikan bibirnya manyun kesana kemari. Hmmm coba tadi dirinya membawa sepeda kan bisa lebih cepat sampai rumah, daripada kedinginan seperti ini mana kanan kiri berdempetan bapak-bapak dan ibu-ibu lengkap dengan bau khas pasar.

Lima belas menit berlalu akhirnya hujan reda juga, selesai hujan kota kecil Sturni nampak segar, aroma genteng yang nyaman telah membayar semua keluhan para pengungsi hujan, lampu-lampu mulai dinyalakan berarak dengan senja dan langit yang mulai menggelap namun cerah menambah suasana yang romantis dan teduh dikota itu. Sepanjang perjalanan pulang ditrotoar Syanis bersenandung dan menari-nari seakan seluruh tubuhnya tahu bahwa diujung sana ada pelangi yang membisakan keceriaan hatinya.
Sampai disudut jalan Syanis menemukan tiang lampu yang semakin memuncakkan tarian-tariannya, dia melingkari tiang itu serasa ditaman bunga dengan keajaiban kupu-kupu penuh warna.
Sayup-sayup Syanis mendengar petikan gitar disertai suara merdu namun sedikit berat dari toko alat-alat musik disudut jalan itu, betapa enak lagu itu ditelinganya hingga membuatnya penasaran untuk melihat secara langsung sumber keselarasan nada dan suara itu.

.....see you slowly swim away
Cause the light is leaving town
To a place that I can't be
There's no apologies

Just go on
Just go on
There's still so many things
I wanna to say to you
But go on
Just go on
We're bound by blood that's moving
From the moment that we started
From the moment that we started
Just go on
..............

Meski rasa penasaran Syanis semakin menjadi-jadi untuk melihat sosok yang menciptakan harmony indah dari sudut jalan itu, tapi ia harus menetapkan hati untuk segera pulang, dipikirannya terlintas tentang ibunya yang sendirian dirumah menantinya dengan secangkir cokelat hangat dan roti isi pisang kesukaannya.

Hatinya lega saat titik-titik hujan itu belum turun lagi sampai dia memasuki gang rumahnya, apalagi bunga-bunga yang mulai mekar datas gerbang rumahnya sederhananya sudah semakin terlihat jelas.
Saat akan membuka pintu gerbang mungilnya tiba-tiba matanya tertuju pada rumput-rumput basah dan diujungnya terlihat mengikat kertas-kertas yang digulung, rasa penasarannya semakin mencuat untuk membuka gulungan-gulungan kertas yang terikat diujung rumput-rumput liar tersebut, dalam hatinya bertanya siapakah gerangan yang melakukan pekerjaan iseng ini?.

Dilepaskannya satu kertas dari ikatan rumput dan dibukanya perlahan, ada rasa deg-degan saat membuka gulungan ini seperti anak kecil yang sedang mengendap-endap mengambil buah tanpa sepengetahuan pemiliknya. Syanis melongo saat melihat tulisan dalam gulungan kertas tersebut "malaikat aku ingin layang-layang" dengan rasa penasaran yang kedua kalinya Syanis membuka kertas kedua kemudian dibacanya lagi, dengan khas tulisan anak-anak gulungan kertas kedua bertuliskan "malaikat aku mau ibu, sepeda, juga pensil warna" hingga Syanis membuka gulungan kertas kesekian dengan kesekian rasa penasarannya. Syanis masih berusaha memahami apa maksud surat-surat kecil yang berisi doa-doa keinginan yang ditujukan kepada sang malaikat ini, disisi lain Syanis tersenyum geli merasa surat-surat permintaan ini sangat manis sekali.

Balutan nyaman piyama tidak juga membuat Syanis segera terlelap, pikirannya masih bertanya-tanya tentang surat-surat kecil yang lucu untuk sang malaikat tadi, dibenaknya bukan lagi soal siapa yang menuliskan surat-surat mungil itu tapi dalam hati Syanis bertanya apa benar malaikat-malaikat itu akan menerima surat-surat kecil itu. Pertanyaan itu semakin jauh saat Syanis ingat kata-kata ibunya bahwa saat turun hujan malaikat-malaikat akan turun besertanya, jadi jangan menggerutu pada hujan.

Keesokan harinya...

Pagi hari yang sejuk, embun-embun yang menetes tulus pada dedaunan, udara yang masih belum terkontaminasi peradaban manusia. Sepagi itu Syanis sudah bangun untuk membantu ibunya mempersiapkan bunga-bunga yang akan dijual dipinggiran trotoar kota Sturni. Hanya seorang ibu yang Syanis miliki, berdua menghabiskan hari-hari, saling mengisi dan mendukung juga bekerjasama mengembangkan kebun bunga dan buah-buahan peninggalan Ayah Syanis. Ibu dan anak itu berangkat bersama menuju kota untuk membuka kios bunga sekalian Syanis berangkat sekolah setelah membantu ibunya.
Dengan bersepeda Syanis lebih cepat sampai disekolah, dibanding teman-temannya Syanis tampak kurang tertarik dengan persiapan ujian yang terlalu menggebu-gebu, meski Syanis pintar dalam Matematika dan IPA tapi dia lebih tertarik untuk melanjutkan sekolah musik dan tarinya, lagipula Syanis tidak ingin jauh-jauh meninggalkan Ibu semata wayangnya.

“Hei Syanis besok malam kita semua akan datang dipesta tahun baru ditengah kota, jadi jangan lupa persiapkan gaun yang paling indah juga pasanganmu yah” kata Daren sahabat Syanis satu-satunya yang sangat peduli dibanding teman-teman yang lain yang cenderung menganggap Syanis aneh, kurang gaul. Memangnya ada acara apa saja?, jawab Syanis dengan sedikit ragu apakah dirinya akan bergabung dengan teman-temanya yang sangat antusias dengan pesta itu. Waaah acaranya seru! kita bisa melihat kembang api yang indah, banyak makanan juga ada musik pasti kamu suka sayaang. Mendengar kata musik Syanis langsung mengiyakan dalam hati, “tapi...kalau harus membawa pasangan seperti yang dikatakan Daren sih akan terasa sulit” kata Syanis dalam hati, sekedar urusan baju sih mudah Ibu pasti punya seribu cara untuk membuat gadis kesayangannya terlihat cantik.


~


“Sudah senja ini hidup, wajahkupun sudah semakin menua kulit-kulit terasa semakin rapuh dan hari-hari terlewati dengan semangat bertahan meski kebosanan, hanya satu yang masih membuatku bertahan, Syanis". Wanita anggun, ibu dari seorang anak yang bernama Syanis itu mengamati wajahnya dalam cermin dengan segala rasa bergelayut dalam dadanya, ibarat bisul yang sudah matang dan memar tinggal menunggu pecahnya saja. Menginjak malam tahun baru berarti tidak lama lagi adalah perayaan berkurangnya jatah usia anak semata wayangnya itu dan bertambah usia gadis kecil itu dari awal menginjakkan bumi. "Sudah akan memasuki usia 16 tahun dan aku merasa sudah semakin tidak sanggup" celoteh dalam hatinya (lagi) sambil terisak dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ada sebuah bongkahan batu karang kesedihan yang dia sembunyikan, suatu saat pasti akan terpecah dan bahkan meledakkan dirinya sendiri jika kekuatan menyembunyikan rasa perih itu semakin melemah seiring usianya.

Stirnus, 31 Desember

Berbalut gaun cantik Syanis duduk dipojokan dekat tukang kembang gula, wajahnya datar sembari tangannya memegang erat botol jus jeruk kesukaannya,pesta tahun baru ini hanya membuang waktunya baginya, Syanis kurang begitu menikmati kebersamaan ini, teman-temannya begitu asik bersama pasangannya masing-masing layaknya kisah cinta usia belia. Syanis berharap jam 00.00 akan segera tiba, melihat kembang api da segera pulang ke ibunya.
















2/04/2010

Sepincuk Nasi Pecel


Jam sporty warna hitam yang melekat ditangan sudah menunjukkan pukul empat sore namun belum ada tanda-tanda mobil honda jazz warna kuning modifikasi itu melaju kepadanya. Fiuuhhss lama banget neh lelaki padahal tadi ditelepon katanya sedang dijalan, lewat Surabaya kali ya. Setelah bibir Kinarnya monyong 5 cm dan komat-kamit cukup lama akhirnya nongol juga seseorang yang ditunggu-tunggunya. Gadis manis berbalut busana babydol peach dengan luaran kemeja hitam dengan lengan terguung rapi dan pastinya lengkap dengan sneakers warna putih itu masuk kedalam mobil yang dikendarai pemuda tinggi, bersih, rapi dengan bonus rapi.
Halooo sayang sudah lama ya nunggunya? tanya Tunas kepada gadis berwajah terlipat-lipat disebelahnya, o00oh engga kok cuma hampir dua jam aku mangkal ditrotoar itu, jawab Kinar dengan ketus.


Kinar dan Tunas adalah pasangan kekasih yang ingin serius menjalani hubungan mereka, kedekatan mereka sudah cukup lama. Hampir 2 tahun yang lalu Kinar dan Tunas menjadi mahasiswa dikampus yang sama, Kinar adalah adik kelas Tunas. Kinar adalah gadis 24 tahun yang memiliki sifat keras, cuek, cablak, terkenal sebagai badut penghibur dimana-mana, labil dan mudah panik tapi terkadang juga sangat perfeksionis. Pertemuan dengan Tunas dimulai lagi sejak enam bulan yang lalu saat tanpa sengaja Kinar dan Tunas makan ditempat yang sama, tanpa disadari saat makan bersama itu keakraban mereka mengalir begitu saja, padahal waktu masih sekampus mereka berdua sangat jarang sekali ngobrol kecuali untuk kepentingan kampus atau sekedar urusan mata kuliah, Kinar merasa tak perlu berbasa-basi manis seperti anak-anak perempuan lainnya yang mengagungkan Tunas yang memang terkenal pandai dengan ide-idenya yang fresh saat kuliah. Meskipun dalam hati mengakui bahwa Tunas memang penuh potensi tapi Kinar tidak tertarik untuk menarik perhatian Tunas seperti teman-temannya, lagipula waktu itu Tunas berpacaran dengan teman sekelasnya yang juga terkenal pemegang gelar cumlaude setiap semester. Kekesalan Kinar saat melihat Tunas dulu dan sekarang berbeda sudut pandangya, dulu Kinar kesal karena Tunas merasa paling ok sok ye meneketehe, tapi sekarang Kinar suka sebal kalau sosok tampan disebelahnya itu suka meledeknya atau seperti barusan telat karet bin lelet menjemputnya.

Sudah setengah jam mereka terjebak macet didalam aquarium berjalan warna kuning itu, kegelisahan diwajah Kinar semakin tersirat, alunan lagu the heart of life dari John Mayerpun tak membuat dia sumringah padahal Tunas sengaja me-repeat lagu itu untuknya.'"Tuhkan aku bilang juga apa..telat sedikit saja pasti akan lain ceritanya, udah tau Jakarta macetnya kaya apa? Jakartakan bukan Kediri yang bebas dari mobil parkir sepanjang jalan" lagi-lagi bibir monyong Kinar nyerocos penuh keluhan, pria disampingnya hanya mengeluh dalam hati "huufh udah bagus dijemput lagian seberapa pentingnya sih kekasihnya yang bawel ini akan mengenalkan dirinya dengan nasi pecel, lagipula tukang jual nasi pecelnya pasti juga akan disitu-situ saja" tapi Tunas tidak mau memuntahkan segala keluhannya keluar, bisa-bisa dia habis dilalap sama Kinar si preman manis itu.

Kamu pasti gak menganggp ini pentingkan? makannya tadi ogah-ogahan untuk pergi? kalau enggak mau mendingan bilang aja aku bisa kok berangkat sendiri, jam segini bisa-bisa nasi pecelnya habis dan si penjualnya udah kukut (red-berberes), dengan semakin komat-kamit Kinar menyerbu Tunas. Sayaaaang kalau aku males aku udah ga berangkat, buat apa coba aku batalin jadwal futsal sama anak-anak ya demi kamu dan demi nasi pecel yang konyol itu, dengan nada semakin lirih Tunas membuang nafasnya.Sedikit merasa bersalah karena terlalu banyak mengomel akhirnya Kinar berusaha
memecahkan suasana dengan ikut mendendangkan lagu kesukaannya yang diputar berulang-ulang itu
~I hate to see you cry lying there in that position There's things you need to hear So turn off your tears and listen Pain throws your heart to the ground Love turns the whole thing around No it won't all go the way it should But i know the heart of life is good~
Sembari si Aquarium Kuning semakin melaju menerobos celah-celah kemacetan dan muai menuju jalan yang tidak begitu Tunas Kenal, jalan-jalan kecil dengan penuh bangunan tua dan lumayan sepi.


Warna jingga sudah menyibak ujung kota itu, lembayung serasa melambai mengucapkan sampai jumpa esok lagi, disana sesosok cantik (jika itu 60 tahun yang lalu) sedang bersiap-siap merapikan pirantinya yang selalu setia dia gendong kemana-mana itu. Garis-garis wajah dan tubuhnya seperti menyeritakan seluruh sejarah yang pernah dilalui tanpa menyerah, sudah 82 tahun dan tetap tidak mau menyerah kepada keadaan sampai dia merasa dirinya tidak mampu lagi.
"Pulang mak?" tanya seorang penjaga gedung tua yang sudah biasa menikmati sambel kacang pedas Mak Paenah juga pelanggan yang setia ngutang itu, "Iyaa le wong sudah mau magrib, mau ngepasin magriban di Mesjid, awakmu ati-ati yo!" dengan suara sedikit gemetar akibat usia mak Paenah memberi doa hati-hati kepada Mas Marwan penjaga gedung tua yang biasa digunakan untuk pemotretan para fotografer-fotografer pemula sekaligus handal.
Dengan kebaya bunga-bunga yang tipis menerawang menampakkan kutang yang dijahitnya sendiri dan dengan bawahan kain batik dengan motif kawung Mak Paenah melangkah dengan pasti meninggalkan lincak bambu dimana dia menggelar dagangannya. Pikirannya menerawangan apa saja yang belum dia kelarkan dirumah kecilnya yang hanya ditinggalinya sendirian. Hidupnya memang sudah cukup seperti ini untuk seorang single fighter selama 40 tahun yang lalu, semenjak suaminya meninggal dengan tanpa seorang anak yang ditinggalkan, dalam kurun waktu 20 tahun lebih dilalui dengan bahagia bersama suaminya tanpa mengurangi rasa syukur meskipun hidup dalam kesederhanaan, maka kenangan-kenangan itulah yang menguatkan Mak Paenah untuk bertahan hidup tanpa pernikahan yang kedua kali dan tanpa ingin kembali menetap di Madiun kota kelahirannya. Semangat yang tak pernah kenal lelah dari sosok tua renta ini yang membuat tenggelamnya matahari senja itu nampak indah dengan backsound suara Adzan yang sekaligus menghentikan langkah Mak Paenah untuk berbelok ke masjid persis seperti prediksinya.


Eh..eh..eh STOOOOOPP!! sesegera rem mobil kuning itu mengeluarkan teriakan..ciiiiitttttttttttt!!! Tunas sontak juga kaget, ada apa sih?? tunggu..tunggu.., dengan gerak terburu-buru Kinar membuka pintu mobil berlari menghampiri sosok tua yang penuh senyuman itu. Tergopoh-gopoh Kinar teriak, Maakkkkkkk??! tunggu...!! sontak langkah Mak Paenah yang akan memasuki pagar Masjid terhenti, lhooo oalaaaaah kamu tho nduk..kemana saja kamu? dengan kompak Kinar dan Mak Paenah berpelukan, dari dalam mobil Tunas mengernyitkan keningnya keheranan juga kebingungan mencari parkir dijalan yang hanya cukup dilewatin sato mobil searah itu.



Setelah solat magrib bersama Mak Paenah dan Kinar duduk berhadapan miring di kakai-kaki tangga teras Masjid kecil itu sementara Tunas duduk lebih jauh disudut pilar. Gurat bahagia tergaris diwajah Kinar, nenek yang sudah lama tidak ditemuinya itu masih terlihat penuh semangat meski badanya sedikit mengurus juga kerutan-kerutan diwajahnya yang semakin jelas. Tiba-tiba Kinar teringat bahwa dia tidak sendirian ketempat ini dan tujuan aslinya memang mengenalkan orang spesial itu kepada sosok tua renta yang dia anggap sebagai neneknya sendiri itu. Mak ini Tunas...dengan senyum lengkap muka semu merah jambunya, Mak Paenah hanya tersenyum dengan ekukan pipinya yang khas akibat giginya yang pada ompong "Oooalah nduuk bagus tenan kangmasmu iki, Mak doa semoga kamu awet sm mas ini..sing pinter-pinter membawa diri dan hati lan ojo lali dungo marang Gusti.

Senadyan koyo ngopo manungso mung biso ngreko lan nyangka..Gusti kang pareng idi lan pesti, kito sak dermo nglampahi..Berkah Dalem Gusti...

Yo wis kok aku jadi ngewes sana-sini, ini ada sisa pecel tak buatin buatmu dan masmu pasti udah laper tho perjalanan jauh, kok yo untung ada sisa ya nduk tapi ndak popo tho meski sisa?, Kinar mengangguk senang (:
Begitu banyak pesan Mak Paenah kepadaku sampai waktu menunjukkan hampir jam tujuh malam, selesai makan pecel Kinar menawarkan untuk mengantar Mak Paenah kerumahnya daripada jalan kaki malam-malam dengan menggendong piranti yang tidak ringan itu, tetapi ditolaknya halus oleh Mak Paenah.


Meski hanya pertemuan sederhana tapi hati Kinar bahagia, melihat si Emak masih sehat, sukses mengenalkan orang spesial kepada orang spesial juga dan tidak ketinggalan senang karena masih sempat merasakan sambel pecel sedep Emak meski sudah sisa-sisa.
Didepan masjid itu mereka berpisah, dan syal kesayangan Kinar tiba-tiba dia kalungkan dileher Mak Paenah. "Opo kie nduk ojo tho ikin selendang apik tenan?" "Ya sudah kalau apik buat emak aja aku sudah punya banyak lagian emak ga mau dianterin juga gak mau dibayar pecelnya" guman Kinar engan sedikit merayu...Mak Paenah akhirnya menyerah.
Dari arah berbalikan Kinar menatap sosok Mak Paenah dari kaca spion didalam mobil, semakin lama sosok itu blur an perlahan lenyap oleh malam.

Matanya menerawang ke langit, hati Kinar nampak trenyuh melihat langit mulai menangis kecil dengan gerimisnya tapi Mak Paenah tidak mau diantar pulang, bagaimana jika dia kehujanan pikirnya, aahk kenapa tadi dia tidak memaksa mengantarnya sampai rumah. Tiba-tiba tangan yang kuat mengusap rambutnya sambil mengatakan "udaaaaah percaya saja si Emak pasti baik-baik saja, berdoa dong sayang agar dia selalu dalam perlindungan apalagi untuk orang sebaik itu pasti Tuhan akan sangat sayang". Kegundahan Kinar sedikit mereda terganti senyum manis, menyadari bahwa si jantung hatinya itu sudah bisa mengerti kenapa sepincuk pecel itu sungguh berarti dalam hidupnya.


Sepincuk pecel Mak Paenah dengan sambel yang sedap harum daun jeruk purut, diracik sempurna oleh tangan yang kuat juga kokoh meski raganya tak sebanding dengan semangatnya itu mampu membawa Kinar menuju pendewasaan, menjadi manusia hidup penuh syukur juga semakun menghargai Ibunya. Sepincuk pecel itu mampu membuat Kinar menunduk kembali setelah menengadah melihat kebahagiaan yang selalu dari sisi materi, dan pedasnya sambal buatan si Mak Paenah selalu mengobarkan kembali semangatnya. Juga kesendirian Mak Paenah selama berpuluh-puluh tahun itu juga tidak sebanding dengan kesendiriannya jauh dari keluarga selama menjadi anak kost dari SMP hingga sekarang. Dengan kehidupan sesederhana itu Mak Paenah masih dengan legowo berbagi terhadap sesama, untung sedikit juga lebih sering jd tempat hutang makan orang-orang disekitarnya tetapi masih tetap bersyukur. Oh Tuhaaaaaaaaaan betapa bersahajanya dia, lamunan Kinar kabur seiring laju akuarium kuning itu.





Dua bulan kemudian.
Dengan bahagia Kinar menenteng kotak makanan, ada pizza, KFC juga Donuts, Kinar turun dari angkot dan jalan melenggang bahagia menuju jajaran orang-orang berjualan dikota tua itu. Dia berharap si Emak terkejut apalagi dia membawakan makanan yang tidak familiar dilidah si Emak, semoga dia suka gumannya.

Tapi lincak itu kosong, yang dilihatnya hanya mas Marwan yang leyeh-leyeh diteras gdung tua itu, saat mencoba menanyakan keberadaan si Emak mas Marwan justru menawarkan memboncengnya dengan sepeda kumbang menuju rumah si Emak, tentu saja Kinar mengamini karena melihat rumah emak adalah hal yang diidam-idamkannya sejak lama.

Tiba dirumah yang mungil, bambu-bambunya mulai peyot, hanya ada beberapa perabot, tampak syal yang dikenalinya nyantol disalah satu perabot itu, dapur dengan tungku, tapi aneh sekali rumah yang terletak didaerah dalam dengan sedikit kebon ini nampak sepi tidak ada tanda-tanda ada penghuninya.
Kinar menoleh ke mas Marwan yang anteng diatas sepedanya, "emak mana?"

Tubuhnya sontak lunglai saat ditunjuknya batu nisan oleh mas Marwan bertuliskan nama "Paenah" dibatu nisan itu.
Terimakasih mak kau telah memberikan bermilar pelajaran hidup dalam. sepincuk pecel. Matanya yang sembab mengantarkan Kinar berjalan menuju halte. Mas Marwan terlihat menikmati kotak makanan yang dibawa Kinar tadi dengan janji akan setia merawat makam Emak,

Selamat beristirahat Super Woman, pedasnya sambelmu akan terasa selalu.

Bumi perputar cuaca berganti, dan kuyakin tak perlu KUSESALI


Hah 'purple' !! tiba-tiba aku terbangun dari tidur malam bolong, entahlah hari ini begitu terburu-buru pulang dari kantor dan menunggu magrib dengan tidak sabarnya agar bisa cepat tidur selesai solat. Pukul 21.00 wib terbangun gara-gara mimpi yang sedikit konyol dan mimpi ini juga menguras energiku sehingga timbul bunyi kriuk-kriuk alias K E L A P A R A N.

Sambil menunggu pesan antar makanan aku melongo masih terheran-heran dengan mimpi tadi, adegan mimpi tadi tergambar dengan jelas aku sedang berinteraksi langsung dengannya, senyum tipis melengkung dibibirku sambil mulai mengorek kembali tatanan kenangan-kenangan yang tersusun rapi di loker ingatanku.

Kembali pada bulan april dua tahun lalu dimana aku bertemu dengan manusia yang sedikit angkuh namun berkemampuan lebih, garang tapi memiliki sisi melow-nya sendiri, keras tapi juga bisa meluluhkan diriku dengan kelembutannya. Sebuah warna baru mengisi hari-hariku meski dia hanya mempercayai adanya hitam dan putih. Selain tempat diskusi yang bagus dia juga guru imajinasi yang paling menginspirasi. Dia mengajariku bagaimana menaklukan dunia meski seluruh isi dunia menghukummu, mengajaraku memperjuankan apa yang benar-benar aku sukai. Malam itu adalah awal dari seluruh kebahagiaan, aku dapat menggenggam apa yang aku ragukan awalnya.
Menghabiskan waktu beberapa hari bersamanya seperti anugerah, melihat tingkah-tingkah konyolnya yang tentu saja tidak mudah untuk orang lain memiliki kesempatan seperti diriku. Apalagi melihat tempat yang indah bersamanya, benar-benar seperti mimpi sampai ditempat yang seperti nirwana itu aku berusaha bertanya dengn segenap alam..bukit, pohon-pohon tanpa daun, pasir yang putih, air biru yang menaburkan aroma belerang, kesemuanya menyaksikan kebahagiaan hatiku yang tiada tara dan mungkin mereka cemburu.

Berkali-kali aku tanyakan kepada seluruh elemen alam yang berada disekitarku apakah ini mimpi?apakah dia benar-benar milikku?aku aku akan bertemu dia kembali disuatu nanti? dan angin berhembus membelai seluruh badanku.

Sampai saat perpisahan tiba.....ada yang tak bisa aku kuasai, seperti rasa kehilangan yang dalam. Senyumnya, garis wajahnya, aromanya, kekonyolannya, ciumannya..aaah akan lenyap begitu saja?apa aku rela? tapi aku berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa pasti akan bersua kembali, dengar-dengar kalau kita menginginkan sesuatu dengan sungguh-sungguh maka segenap alam akan membantu mewujudkanya, aku amini... dan aku melepasnya dengan tanpa melihat matanya :).



Setahun telah berlalu~
Deg-
degan seperti sedang menguasai tubuhku, berkali-kali mengintip jam untuk memastikan waktu akan berjalan cepat, dan aku akan memeluknya lagi. Ternyata waktu berjalan lambat aku menunggunya sampai terlelap. Sampai dering hpku berbunyi dan jantungku berdetak semakin kencang. Cinta itu...oh kami sudah menghirup udara yang sama, atmosfir yang sama hanya beberapa langkah lagi menuju-mu.

Meski setiap hari tanpa absen berdiskusi dan berbagi kebahagiaan dan kesukaran bersama tapi rasanya sangat berbeda jika aku melihatnya langsung, ya didepan mata kepalaku.
Manusia super sepertiku bisa saja menjadi tak punya daya seketika jika menatapnya, mukaku mungkin bersemu merah jambu busuk dengan rambut acak-acakan akibat ketiduran.

Aku sangat bahagia, lagi. Bisa merasakan semuanya darinya kecuali nyawa dari setiap gerakan, obrolan dan sentuhan itu. Aku merasakan ada yang kurang darinya, seperti bintang tanpa kerlipan...pasi aku merasakannya. Ada yang kurang bahkan ada yang hilang sebetapapun kau membangun hidup-hidup suasana saat itu.


~
Untukku kau selalu ada, untukku kau selalu bisa, apapun kau usahakan.~
Disisi lain aku selalu percaya kata hatiku, dan itu ada yang dia sembunyikan. Dan dia pamit untuk mengunungi orang sangat dihormatinya, aku iyakan dengan sepenuh doa. Sampai waktu yang sangat lama aku tahu dia ternyata tidak mengunjungi orang penting dalam hidupnya, tapi untuk bercinta engan wanita yang sangat terobsesi kepadanya.


~
Sangat sulit diceritakan, sangat sulit dirasakan~
Setiap hari orang-orang yang menyayangiku meneleponku untuk menanyakan apa aku sudah bisa merasakan sesuatu setiap terbangun dari tidur, jawabnya tidak! menangis dan tertawa tidak bisa terekspresikan, getir. Hingga ada malaikat bak ibu juga seorang sahabat membawaku ke pulau dimana bisa membuatku tertawa dan menangis (didoanya).
Dipulau itu aku meneriakkan kekesalanku dipantai, layaknya memaksa memecahkan bisul yang masih ranum, sampai aku terjungkal menangis tersedu-sedu, sakiiiiiiiiittttttt....!! siapa dia membuatku seperti ini.

Merasa lebih lega aku kembali kerutinitas sendirian, dengan sisa-sisa minuman semalam aku menakhlukan bandara itu. Menjadi manusia yang ikhlas dan takkan melawan apapun.

Warna itu..sudah pudar..bahkan lapuk...



*
tok tok..mbak ini pesanan makanannya* oh..iya mas terimakasih..telah membuyarkan lamunanku.

Hmm.....cinta kadang menyakitkan, bila tanpa kesetiaaan.

Aku, dia, dirinya, dan miliknya, sangat padat merayap.


Aku tersenyum...masih ada sisa-sia disepanjang jalan itu, setahun yang lalu.

Sejak saat itu aku bosan, bosan yang melelahkan.


*
tokoh aku dan dia dalam cerita ini mungkin hanya fiktif belaka