2/04/2010

Sepincuk Nasi Pecel


Jam sporty warna hitam yang melekat ditangan sudah menunjukkan pukul empat sore namun belum ada tanda-tanda mobil honda jazz warna kuning modifikasi itu melaju kepadanya. Fiuuhhss lama banget neh lelaki padahal tadi ditelepon katanya sedang dijalan, lewat Surabaya kali ya. Setelah bibir Kinarnya monyong 5 cm dan komat-kamit cukup lama akhirnya nongol juga seseorang yang ditunggu-tunggunya. Gadis manis berbalut busana babydol peach dengan luaran kemeja hitam dengan lengan terguung rapi dan pastinya lengkap dengan sneakers warna putih itu masuk kedalam mobil yang dikendarai pemuda tinggi, bersih, rapi dengan bonus rapi.
Halooo sayang sudah lama ya nunggunya? tanya Tunas kepada gadis berwajah terlipat-lipat disebelahnya, o00oh engga kok cuma hampir dua jam aku mangkal ditrotoar itu, jawab Kinar dengan ketus.


Kinar dan Tunas adalah pasangan kekasih yang ingin serius menjalani hubungan mereka, kedekatan mereka sudah cukup lama. Hampir 2 tahun yang lalu Kinar dan Tunas menjadi mahasiswa dikampus yang sama, Kinar adalah adik kelas Tunas. Kinar adalah gadis 24 tahun yang memiliki sifat keras, cuek, cablak, terkenal sebagai badut penghibur dimana-mana, labil dan mudah panik tapi terkadang juga sangat perfeksionis. Pertemuan dengan Tunas dimulai lagi sejak enam bulan yang lalu saat tanpa sengaja Kinar dan Tunas makan ditempat yang sama, tanpa disadari saat makan bersama itu keakraban mereka mengalir begitu saja, padahal waktu masih sekampus mereka berdua sangat jarang sekali ngobrol kecuali untuk kepentingan kampus atau sekedar urusan mata kuliah, Kinar merasa tak perlu berbasa-basi manis seperti anak-anak perempuan lainnya yang mengagungkan Tunas yang memang terkenal pandai dengan ide-idenya yang fresh saat kuliah. Meskipun dalam hati mengakui bahwa Tunas memang penuh potensi tapi Kinar tidak tertarik untuk menarik perhatian Tunas seperti teman-temannya, lagipula waktu itu Tunas berpacaran dengan teman sekelasnya yang juga terkenal pemegang gelar cumlaude setiap semester. Kekesalan Kinar saat melihat Tunas dulu dan sekarang berbeda sudut pandangya, dulu Kinar kesal karena Tunas merasa paling ok sok ye meneketehe, tapi sekarang Kinar suka sebal kalau sosok tampan disebelahnya itu suka meledeknya atau seperti barusan telat karet bin lelet menjemputnya.

Sudah setengah jam mereka terjebak macet didalam aquarium berjalan warna kuning itu, kegelisahan diwajah Kinar semakin tersirat, alunan lagu the heart of life dari John Mayerpun tak membuat dia sumringah padahal Tunas sengaja me-repeat lagu itu untuknya.'"Tuhkan aku bilang juga apa..telat sedikit saja pasti akan lain ceritanya, udah tau Jakarta macetnya kaya apa? Jakartakan bukan Kediri yang bebas dari mobil parkir sepanjang jalan" lagi-lagi bibir monyong Kinar nyerocos penuh keluhan, pria disampingnya hanya mengeluh dalam hati "huufh udah bagus dijemput lagian seberapa pentingnya sih kekasihnya yang bawel ini akan mengenalkan dirinya dengan nasi pecel, lagipula tukang jual nasi pecelnya pasti juga akan disitu-situ saja" tapi Tunas tidak mau memuntahkan segala keluhannya keluar, bisa-bisa dia habis dilalap sama Kinar si preman manis itu.

Kamu pasti gak menganggp ini pentingkan? makannya tadi ogah-ogahan untuk pergi? kalau enggak mau mendingan bilang aja aku bisa kok berangkat sendiri, jam segini bisa-bisa nasi pecelnya habis dan si penjualnya udah kukut (red-berberes), dengan semakin komat-kamit Kinar menyerbu Tunas. Sayaaaang kalau aku males aku udah ga berangkat, buat apa coba aku batalin jadwal futsal sama anak-anak ya demi kamu dan demi nasi pecel yang konyol itu, dengan nada semakin lirih Tunas membuang nafasnya.Sedikit merasa bersalah karena terlalu banyak mengomel akhirnya Kinar berusaha
memecahkan suasana dengan ikut mendendangkan lagu kesukaannya yang diputar berulang-ulang itu
~I hate to see you cry lying there in that position There's things you need to hear So turn off your tears and listen Pain throws your heart to the ground Love turns the whole thing around No it won't all go the way it should But i know the heart of life is good~
Sembari si Aquarium Kuning semakin melaju menerobos celah-celah kemacetan dan muai menuju jalan yang tidak begitu Tunas Kenal, jalan-jalan kecil dengan penuh bangunan tua dan lumayan sepi.


Warna jingga sudah menyibak ujung kota itu, lembayung serasa melambai mengucapkan sampai jumpa esok lagi, disana sesosok cantik (jika itu 60 tahun yang lalu) sedang bersiap-siap merapikan pirantinya yang selalu setia dia gendong kemana-mana itu. Garis-garis wajah dan tubuhnya seperti menyeritakan seluruh sejarah yang pernah dilalui tanpa menyerah, sudah 82 tahun dan tetap tidak mau menyerah kepada keadaan sampai dia merasa dirinya tidak mampu lagi.
"Pulang mak?" tanya seorang penjaga gedung tua yang sudah biasa menikmati sambel kacang pedas Mak Paenah juga pelanggan yang setia ngutang itu, "Iyaa le wong sudah mau magrib, mau ngepasin magriban di Mesjid, awakmu ati-ati yo!" dengan suara sedikit gemetar akibat usia mak Paenah memberi doa hati-hati kepada Mas Marwan penjaga gedung tua yang biasa digunakan untuk pemotretan para fotografer-fotografer pemula sekaligus handal.
Dengan kebaya bunga-bunga yang tipis menerawang menampakkan kutang yang dijahitnya sendiri dan dengan bawahan kain batik dengan motif kawung Mak Paenah melangkah dengan pasti meninggalkan lincak bambu dimana dia menggelar dagangannya. Pikirannya menerawangan apa saja yang belum dia kelarkan dirumah kecilnya yang hanya ditinggalinya sendirian. Hidupnya memang sudah cukup seperti ini untuk seorang single fighter selama 40 tahun yang lalu, semenjak suaminya meninggal dengan tanpa seorang anak yang ditinggalkan, dalam kurun waktu 20 tahun lebih dilalui dengan bahagia bersama suaminya tanpa mengurangi rasa syukur meskipun hidup dalam kesederhanaan, maka kenangan-kenangan itulah yang menguatkan Mak Paenah untuk bertahan hidup tanpa pernikahan yang kedua kali dan tanpa ingin kembali menetap di Madiun kota kelahirannya. Semangat yang tak pernah kenal lelah dari sosok tua renta ini yang membuat tenggelamnya matahari senja itu nampak indah dengan backsound suara Adzan yang sekaligus menghentikan langkah Mak Paenah untuk berbelok ke masjid persis seperti prediksinya.


Eh..eh..eh STOOOOOPP!! sesegera rem mobil kuning itu mengeluarkan teriakan..ciiiiitttttttttttt!!! Tunas sontak juga kaget, ada apa sih?? tunggu..tunggu.., dengan gerak terburu-buru Kinar membuka pintu mobil berlari menghampiri sosok tua yang penuh senyuman itu. Tergopoh-gopoh Kinar teriak, Maakkkkkkk??! tunggu...!! sontak langkah Mak Paenah yang akan memasuki pagar Masjid terhenti, lhooo oalaaaaah kamu tho nduk..kemana saja kamu? dengan kompak Kinar dan Mak Paenah berpelukan, dari dalam mobil Tunas mengernyitkan keningnya keheranan juga kebingungan mencari parkir dijalan yang hanya cukup dilewatin sato mobil searah itu.



Setelah solat magrib bersama Mak Paenah dan Kinar duduk berhadapan miring di kakai-kaki tangga teras Masjid kecil itu sementara Tunas duduk lebih jauh disudut pilar. Gurat bahagia tergaris diwajah Kinar, nenek yang sudah lama tidak ditemuinya itu masih terlihat penuh semangat meski badanya sedikit mengurus juga kerutan-kerutan diwajahnya yang semakin jelas. Tiba-tiba Kinar teringat bahwa dia tidak sendirian ketempat ini dan tujuan aslinya memang mengenalkan orang spesial itu kepada sosok tua renta yang dia anggap sebagai neneknya sendiri itu. Mak ini Tunas...dengan senyum lengkap muka semu merah jambunya, Mak Paenah hanya tersenyum dengan ekukan pipinya yang khas akibat giginya yang pada ompong "Oooalah nduuk bagus tenan kangmasmu iki, Mak doa semoga kamu awet sm mas ini..sing pinter-pinter membawa diri dan hati lan ojo lali dungo marang Gusti.

Senadyan koyo ngopo manungso mung biso ngreko lan nyangka..Gusti kang pareng idi lan pesti, kito sak dermo nglampahi..Berkah Dalem Gusti...

Yo wis kok aku jadi ngewes sana-sini, ini ada sisa pecel tak buatin buatmu dan masmu pasti udah laper tho perjalanan jauh, kok yo untung ada sisa ya nduk tapi ndak popo tho meski sisa?, Kinar mengangguk senang (:
Begitu banyak pesan Mak Paenah kepadaku sampai waktu menunjukkan hampir jam tujuh malam, selesai makan pecel Kinar menawarkan untuk mengantar Mak Paenah kerumahnya daripada jalan kaki malam-malam dengan menggendong piranti yang tidak ringan itu, tetapi ditolaknya halus oleh Mak Paenah.


Meski hanya pertemuan sederhana tapi hati Kinar bahagia, melihat si Emak masih sehat, sukses mengenalkan orang spesial kepada orang spesial juga dan tidak ketinggalan senang karena masih sempat merasakan sambel pecel sedep Emak meski sudah sisa-sisa.
Didepan masjid itu mereka berpisah, dan syal kesayangan Kinar tiba-tiba dia kalungkan dileher Mak Paenah. "Opo kie nduk ojo tho ikin selendang apik tenan?" "Ya sudah kalau apik buat emak aja aku sudah punya banyak lagian emak ga mau dianterin juga gak mau dibayar pecelnya" guman Kinar engan sedikit merayu...Mak Paenah akhirnya menyerah.
Dari arah berbalikan Kinar menatap sosok Mak Paenah dari kaca spion didalam mobil, semakin lama sosok itu blur an perlahan lenyap oleh malam.

Matanya menerawang ke langit, hati Kinar nampak trenyuh melihat langit mulai menangis kecil dengan gerimisnya tapi Mak Paenah tidak mau diantar pulang, bagaimana jika dia kehujanan pikirnya, aahk kenapa tadi dia tidak memaksa mengantarnya sampai rumah. Tiba-tiba tangan yang kuat mengusap rambutnya sambil mengatakan "udaaaaah percaya saja si Emak pasti baik-baik saja, berdoa dong sayang agar dia selalu dalam perlindungan apalagi untuk orang sebaik itu pasti Tuhan akan sangat sayang". Kegundahan Kinar sedikit mereda terganti senyum manis, menyadari bahwa si jantung hatinya itu sudah bisa mengerti kenapa sepincuk pecel itu sungguh berarti dalam hidupnya.


Sepincuk pecel Mak Paenah dengan sambel yang sedap harum daun jeruk purut, diracik sempurna oleh tangan yang kuat juga kokoh meski raganya tak sebanding dengan semangatnya itu mampu membawa Kinar menuju pendewasaan, menjadi manusia hidup penuh syukur juga semakun menghargai Ibunya. Sepincuk pecel itu mampu membuat Kinar menunduk kembali setelah menengadah melihat kebahagiaan yang selalu dari sisi materi, dan pedasnya sambal buatan si Mak Paenah selalu mengobarkan kembali semangatnya. Juga kesendirian Mak Paenah selama berpuluh-puluh tahun itu juga tidak sebanding dengan kesendiriannya jauh dari keluarga selama menjadi anak kost dari SMP hingga sekarang. Dengan kehidupan sesederhana itu Mak Paenah masih dengan legowo berbagi terhadap sesama, untung sedikit juga lebih sering jd tempat hutang makan orang-orang disekitarnya tetapi masih tetap bersyukur. Oh Tuhaaaaaaaaaan betapa bersahajanya dia, lamunan Kinar kabur seiring laju akuarium kuning itu.





Dua bulan kemudian.
Dengan bahagia Kinar menenteng kotak makanan, ada pizza, KFC juga Donuts, Kinar turun dari angkot dan jalan melenggang bahagia menuju jajaran orang-orang berjualan dikota tua itu. Dia berharap si Emak terkejut apalagi dia membawakan makanan yang tidak familiar dilidah si Emak, semoga dia suka gumannya.

Tapi lincak itu kosong, yang dilihatnya hanya mas Marwan yang leyeh-leyeh diteras gdung tua itu, saat mencoba menanyakan keberadaan si Emak mas Marwan justru menawarkan memboncengnya dengan sepeda kumbang menuju rumah si Emak, tentu saja Kinar mengamini karena melihat rumah emak adalah hal yang diidam-idamkannya sejak lama.

Tiba dirumah yang mungil, bambu-bambunya mulai peyot, hanya ada beberapa perabot, tampak syal yang dikenalinya nyantol disalah satu perabot itu, dapur dengan tungku, tapi aneh sekali rumah yang terletak didaerah dalam dengan sedikit kebon ini nampak sepi tidak ada tanda-tanda ada penghuninya.
Kinar menoleh ke mas Marwan yang anteng diatas sepedanya, "emak mana?"

Tubuhnya sontak lunglai saat ditunjuknya batu nisan oleh mas Marwan bertuliskan nama "Paenah" dibatu nisan itu.
Terimakasih mak kau telah memberikan bermilar pelajaran hidup dalam. sepincuk pecel. Matanya yang sembab mengantarkan Kinar berjalan menuju halte. Mas Marwan terlihat menikmati kotak makanan yang dibawa Kinar tadi dengan janji akan setia merawat makam Emak,

Selamat beristirahat Super Woman, pedasnya sambelmu akan terasa selalu.

Tidak ada komentar: