2/21/2010

Menjadi RINGAN


Pernahkah terpikir bahwa kita adalah layang-layang yang dilepaskan tanpa beban apapun...terbang jauh tinggi keangkasa tanpa batas, bebas dan ringan. Sukses dan tidaknya layang-layang yang terbang ditentukan oleh tim yang hebat antara tangan-tangan yang handal juga angin yang bersahabat. Meskipun setelah terbang bukan berarti layangan bebas hambatan, tentu saja angin bisa berhembus tidak sesuai kehendaknya.


Stirnus, Desember


“Duuh hujan lagi hujan lagi” keluh seorang gadis yang sedang berlari melipir ketepian menghindari hujan disore hari itu. Kota kecil nan padat itu sudah mulai kehilangan aktivitas penduduknya, hujan disore hari yang datang tiba-tiba tanpa check sound membuyarkan kesibukan pasar disudut kota itu, semua orang merapat ketepian termasuk Syanish, gadis kecil mungil yang tengah pulang dari les menari. Dengan kawat yang memenuhi giginya Syanis mahir menarikan bibirnya manyun kesana kemari. Hmmm coba tadi dirinya membawa sepeda kan bisa lebih cepat sampai rumah, daripada kedinginan seperti ini mana kanan kiri berdempetan bapak-bapak dan ibu-ibu lengkap dengan bau khas pasar.

Lima belas menit berlalu akhirnya hujan reda juga, selesai hujan kota kecil Sturni nampak segar, aroma genteng yang nyaman telah membayar semua keluhan para pengungsi hujan, lampu-lampu mulai dinyalakan berarak dengan senja dan langit yang mulai menggelap namun cerah menambah suasana yang romantis dan teduh dikota itu. Sepanjang perjalanan pulang ditrotoar Syanis bersenandung dan menari-nari seakan seluruh tubuhnya tahu bahwa diujung sana ada pelangi yang membisakan keceriaan hatinya.
Sampai disudut jalan Syanis menemukan tiang lampu yang semakin memuncakkan tarian-tariannya, dia melingkari tiang itu serasa ditaman bunga dengan keajaiban kupu-kupu penuh warna.
Sayup-sayup Syanis mendengar petikan gitar disertai suara merdu namun sedikit berat dari toko alat-alat musik disudut jalan itu, betapa enak lagu itu ditelinganya hingga membuatnya penasaran untuk melihat secara langsung sumber keselarasan nada dan suara itu.

.....see you slowly swim away
Cause the light is leaving town
To a place that I can't be
There's no apologies

Just go on
Just go on
There's still so many things
I wanna to say to you
But go on
Just go on
We're bound by blood that's moving
From the moment that we started
From the moment that we started
Just go on
..............

Meski rasa penasaran Syanis semakin menjadi-jadi untuk melihat sosok yang menciptakan harmony indah dari sudut jalan itu, tapi ia harus menetapkan hati untuk segera pulang, dipikirannya terlintas tentang ibunya yang sendirian dirumah menantinya dengan secangkir cokelat hangat dan roti isi pisang kesukaannya.

Hatinya lega saat titik-titik hujan itu belum turun lagi sampai dia memasuki gang rumahnya, apalagi bunga-bunga yang mulai mekar datas gerbang rumahnya sederhananya sudah semakin terlihat jelas.
Saat akan membuka pintu gerbang mungilnya tiba-tiba matanya tertuju pada rumput-rumput basah dan diujungnya terlihat mengikat kertas-kertas yang digulung, rasa penasarannya semakin mencuat untuk membuka gulungan-gulungan kertas yang terikat diujung rumput-rumput liar tersebut, dalam hatinya bertanya siapakah gerangan yang melakukan pekerjaan iseng ini?.

Dilepaskannya satu kertas dari ikatan rumput dan dibukanya perlahan, ada rasa deg-degan saat membuka gulungan ini seperti anak kecil yang sedang mengendap-endap mengambil buah tanpa sepengetahuan pemiliknya. Syanis melongo saat melihat tulisan dalam gulungan kertas tersebut "malaikat aku ingin layang-layang" dengan rasa penasaran yang kedua kalinya Syanis membuka kertas kedua kemudian dibacanya lagi, dengan khas tulisan anak-anak gulungan kertas kedua bertuliskan "malaikat aku mau ibu, sepeda, juga pensil warna" hingga Syanis membuka gulungan kertas kesekian dengan kesekian rasa penasarannya. Syanis masih berusaha memahami apa maksud surat-surat kecil yang berisi doa-doa keinginan yang ditujukan kepada sang malaikat ini, disisi lain Syanis tersenyum geli merasa surat-surat permintaan ini sangat manis sekali.

Balutan nyaman piyama tidak juga membuat Syanis segera terlelap, pikirannya masih bertanya-tanya tentang surat-surat kecil yang lucu untuk sang malaikat tadi, dibenaknya bukan lagi soal siapa yang menuliskan surat-surat mungil itu tapi dalam hati Syanis bertanya apa benar malaikat-malaikat itu akan menerima surat-surat kecil itu. Pertanyaan itu semakin jauh saat Syanis ingat kata-kata ibunya bahwa saat turun hujan malaikat-malaikat akan turun besertanya, jadi jangan menggerutu pada hujan.

Keesokan harinya...

Pagi hari yang sejuk, embun-embun yang menetes tulus pada dedaunan, udara yang masih belum terkontaminasi peradaban manusia. Sepagi itu Syanis sudah bangun untuk membantu ibunya mempersiapkan bunga-bunga yang akan dijual dipinggiran trotoar kota Sturni. Hanya seorang ibu yang Syanis miliki, berdua menghabiskan hari-hari, saling mengisi dan mendukung juga bekerjasama mengembangkan kebun bunga dan buah-buahan peninggalan Ayah Syanis. Ibu dan anak itu berangkat bersama menuju kota untuk membuka kios bunga sekalian Syanis berangkat sekolah setelah membantu ibunya.
Dengan bersepeda Syanis lebih cepat sampai disekolah, dibanding teman-temannya Syanis tampak kurang tertarik dengan persiapan ujian yang terlalu menggebu-gebu, meski Syanis pintar dalam Matematika dan IPA tapi dia lebih tertarik untuk melanjutkan sekolah musik dan tarinya, lagipula Syanis tidak ingin jauh-jauh meninggalkan Ibu semata wayangnya.

“Hei Syanis besok malam kita semua akan datang dipesta tahun baru ditengah kota, jadi jangan lupa persiapkan gaun yang paling indah juga pasanganmu yah” kata Daren sahabat Syanis satu-satunya yang sangat peduli dibanding teman-teman yang lain yang cenderung menganggap Syanis aneh, kurang gaul. Memangnya ada acara apa saja?, jawab Syanis dengan sedikit ragu apakah dirinya akan bergabung dengan teman-temanya yang sangat antusias dengan pesta itu. Waaah acaranya seru! kita bisa melihat kembang api yang indah, banyak makanan juga ada musik pasti kamu suka sayaang. Mendengar kata musik Syanis langsung mengiyakan dalam hati, “tapi...kalau harus membawa pasangan seperti yang dikatakan Daren sih akan terasa sulit” kata Syanis dalam hati, sekedar urusan baju sih mudah Ibu pasti punya seribu cara untuk membuat gadis kesayangannya terlihat cantik.


~


“Sudah senja ini hidup, wajahkupun sudah semakin menua kulit-kulit terasa semakin rapuh dan hari-hari terlewati dengan semangat bertahan meski kebosanan, hanya satu yang masih membuatku bertahan, Syanis". Wanita anggun, ibu dari seorang anak yang bernama Syanis itu mengamati wajahnya dalam cermin dengan segala rasa bergelayut dalam dadanya, ibarat bisul yang sudah matang dan memar tinggal menunggu pecahnya saja. Menginjak malam tahun baru berarti tidak lama lagi adalah perayaan berkurangnya jatah usia anak semata wayangnya itu dan bertambah usia gadis kecil itu dari awal menginjakkan bumi. "Sudah akan memasuki usia 16 tahun dan aku merasa sudah semakin tidak sanggup" celoteh dalam hatinya (lagi) sambil terisak dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ada sebuah bongkahan batu karang kesedihan yang dia sembunyikan, suatu saat pasti akan terpecah dan bahkan meledakkan dirinya sendiri jika kekuatan menyembunyikan rasa perih itu semakin melemah seiring usianya.

Stirnus, 31 Desember

Berbalut gaun cantik Syanis duduk dipojokan dekat tukang kembang gula, wajahnya datar sembari tangannya memegang erat botol jus jeruk kesukaannya,pesta tahun baru ini hanya membuang waktunya baginya, Syanis kurang begitu menikmati kebersamaan ini, teman-temannya begitu asik bersama pasangannya masing-masing layaknya kisah cinta usia belia. Syanis berharap jam 00.00 akan segera tiba, melihat kembang api da segera pulang ke ibunya.